Hari itu adalah hari terakhir liburan obon dimana akan ada upacara pelepasan arwah gitu. Mone dan ibunya kembali mempersiapkan upacara, dengan makanan membuat makanan, juga membuat kapal dari jerami dan diisi makanan gitu. Ibu berterima kasih pada Mone karena membantu mencairkan suasana kemarin, ibu mengatakan Michi memang begitu entah itu terlalu serius atau bagaimana. Ibu mengatakan ia merindukan Michi yang dulu yang masih masu bermanja-manja padanya, tapi sekarang Michi lebih suka melakukan sesemuanya sendiri. Mone mengatakan itu karena Michi melakukan yang terbaik. Michi datang tak lama kemudian, Mone dan ibu berhenti bicara. Michi bertanya ada apa dengan mereka. Ibu langsung mengalihkan pembicaraan mengenai barbeque semalam.
Ibu, Mone dan Michi membicarakan barbeque lagi, bagaimana ia merasa sepi karena setelah anak-anak dewasa mereka makin nggak menikmati barbeque lagi seperti saat kecil, atau mungkin nggak bisa sering-sering mengadakan lagi karena pada sibuk dengan urusan masing-masing. Michi mengatakan pada ibunya jika ibu menyukai anak-anak kenapa nggak jadi guru lagi? Ibu hanya tersenyum mengatakan kalau sudah berhenti, nggak semudah itu kembali menjadi guru. Mone juga penasaran kenapa ibunya berhenti jadi guru, apakah ibunya bertengkar di sekolah. Ibu mencoba menjelaskan kalau alasannya berhenti, aku rasa mereka membicarakan tentang merawat nenek yang sakit semakin sulit dan ibu juga lelah secara fisik.
Mitsuo muncul kembali di rumah Mone, ayah yang melihatnya saat mengambil koran. Ayah seperti biasa menunjukkan wajah seramnya, bertanya apakah Mitsuo sudah bicara dengan ayahnya. Mitsuo mengatakan sudah meski ia agak takut dan suasana sangat awkward antara ia dan ayahnya, jadi dia nggak tahan lagi. Ayah mengajak Mitsuo ikut dengannya ke pantai karena ia ingin memperlihatkan pada Mitsuo bagaimana ayahnya bekerja.
Seluruh keluarga pergi ke pantai untuk upacara pelepasan. Yuto dan Asumi juga ada disana, seperti janji sebelumnya mereka berkumpul lagi. Tapi Ryochin tidak bisa datang karena sepertinya ia sibuk. asumi kecewa karena sebenarnya ia sangat ingin ketemu Ryo sebelum pulang ke Sendai. Ada banyak warga disana juga. Jadi upacara pelepasan ini dilakukan di hari terakhir obon, dengan membuat kapal dari jerami dan di dalamnya dimasukkan makanan & buah, meletakkan kapal jerami itu di tepi pantai. Para keluarga akan berdoa mengenang kembali yang sudah meninggal. Kakek berdoa cukup lama. Ayah dan ibu berkomentar mengenai kakek yang pasti selama ini merasa kesepian tapi ia tidak menunjukkannya, itu karena kakek sudah bersama selama 50 tahun dengan nenek.
Ayah Mitsuo tiba tak lama kemudian untuk membacakan sutera upacara pelepasan. Semua kapal jerami milik warga dikumpulkan gitu untuk dibakar. Jadi pembacaan suteranya sekalian membakar kapal jerami itu. Mitsuo nggak berani menatap langsung ayahnya, ia bersembunyi dibalik Yuto dan yang lain. Ayahnya sih tahu Mitsuo ada disana. Dan selama pembacaan sutera itu semuanya hening, Mitsuo hanya menatap punggung ayahnya dengan tatapan sedih.
Dalam perjalanan pulang, Mone, Asumi, Yuto dan Michi hanya berempat, mereka nggak nyadar kalau Mitsuo nggak ada disana lagi. Michi mengatakan kalau Mitsuo akan pulang ke Sendai. Semuanya kaget karena Mitsuo diam saja dan tidak mengatakan apapun pada mereka. Mone mengkhawatirkan Mitsuo dan meninggalkan teman-temannya, menyuruh mereka duluan. Mone ternyata pergi ke kuil keluarga Mitsuo dan ternyata ayahnya sudah ada disana. Ayah bicara dengan Mitsuo. Mitsuo akan kembali ke Sendai dan sepertinya ia akan melanjutkan kuliahnya, meski ia masih tidak yakin bisa mewarisi kuil atau tidak. Ia juga mengatakan ia tidak akan kembali ke pulau untuk waktu yang lama, jadi ia meminta ayah Mone untuk sering-sering mengunjungi ayahnya. Ayah mengerti kekhawatiran Mitsuo karena mewarisi sesuatu yang berusia ratusan tahun memang sangat berat, ketakutan akan kegagalan dari sesuatu yang dijaga ayahnya seumur hidup. Menurut ayah meski Mitsuo adalah pewaris tapi Mitsuo bisa memilih jalannya sendiri. Mitsuo membungkuk pada ayah dan meninggalkan pulau.
Saat itu, Ryochin lagi-lagi harus menghadapi ayahnya yang mabuk. Ayahnya mabuk dan membuat ulah lagi sampai pak polisi harus memanggil Ryo untuk menjemput ayahnya, ini sudah ketiga kalinya dalam beberapa bulan, dimana ayah Ryo mabuk dan nghak tahu jalan pulang. Saat mabuk itu ayahnya menggumamkan sesuatu yang membuat wajah Ryo berubah. Ia mengatakan kalau puteranya Ryo bekerja di kapal orang kedua paling berbakat setelah dirinya sebagai nelayan.
***
Masa depan Mitsuo ini cukup menarik untuk ditunggu, apakah dia akan mewarisi kuil atau tidak. Anak-anak seumuran Mitsuo memang dalam masa yang ingin bebas dan nggak mau terkekang, apalagi mewarisi kuil ratusan tahun. Pasti memikirkannya saja sudah sakit kepala karena tanggung jawabnya besar sekali.
Kehidupan Ryochin juga membuat penasaran, apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa ayahnya sampai segitu banged. Ryo juga sudah memikul tanggung jawab besar meski ia masih remaja. Ia harus mengurus sang ayah yang seperti itu. Kalau Ryo bukan anak baik mungkin dia udah kabur dari pulau karena nggak mau ngurusin ayah yang mabuk tiap hari. Banyak yang bilang Ryochin adalah heronya drama ini, jadi akan ada saat dimana ia bersinar suatu hari nanti.
Mengenai nenek Mone aku juga penasaran. Jadi diawal sudah dikasih spoiler sih kalau dulu rumah Mone itu adalah boarding house atau rumah kost gitu, nenek yang mengelolanya. Tapi sepertinya setelah kejadian tsunami 2011, nenek mengalami gangguan kesehatan gitu dan akhirnya meninggal dunia. Nah, sepertinya demi merawat nenek itu-lah makanya ibu Mone berhenti bekerja sebagai guru. Aku cuma penasaran apa sih sebenarnya penyakit nenek itu, karena aku pikir ibu menjadi guru itu saat anak-anak masih kecil, kalau 3 tahun lalu kan artinya saat Mone SMP ibu masih menjadi guru. Ada banyak pertanyaan sih, aku cuma harap nanti ada penjelasannya.
0 komentar:
Posting Komentar